Pilar kokoh yang terlupakan

Sabtu, 14 Mei 2011

Untuk kesekian kalinya setiap ku online-kan chatt facebook ku, banyak yang berduyun-duyun untuk sekedar menyapa kemudian bertanya dan ujung-ujungnya adalah memintaku memberi masukan terhadap permasalahan yang dihadapinya. Resiko profesi. Itu yang sering kukatakan, namanya juga sarjana psikologi ya wajar ketika dihadapkan pada berjibun curhatan-curhatan. Ku coba memberi masukan dan saran sebisa yang kumampu, karena sesusungguhnya mereka tidak membutuhkan saran dan rekomendasi dariku. Yang dibutuhkan hanyalah penguatan terhadap solusi yang mereka ambil terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Karena Allah telah mendesain manusia dalam bentuk dan potensi yang sempurna. "La Qod Kholaqnal Insaana fi Ahsani Taqwim" termasuk didalamnya ilham untuk memilih sendiri jalan hidup yang akan ditempuhnya "Fa alhamaha fujuraha wa taqwaha.." Maka peran seorang psikolog , lebih khusus lagi seorang da'i yang kebetulan berprofesi sebagai psikolog ( nahnu du'at qobla kullu sya'in) adalah mendengar keluh kesah mereka, mendengar dan mengarahkan solusi yang mereka pilih atas masalahnya agar sesuai dengan syari'at.


Begitu pula hari kemarin, Chatt FB ku disapa oleh seorang kawan. Dia mengutarakan permasalahannya betapa sulit dan susahnya berdakwah kepada keluarga. Dalam hal ini upayanya berdakwah kepada sang adik. Segala saran yang ku berikan telah dia lakukan. Kunasehatkan saja padanya untuk tetap istiqomah dan tidak menyerah berusaha serta memperkuatnya dengan munajat kepada Allah. Yaa, karena Allah-lah pengenggam hati makhluk yang memberinya hidayah. Kita hanya berupaya dan berupaya. Hasil akhir adalah hak prerogratif Allah.

"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk".( QS. Al Qashas : 56 )
Tapi bukan berarti kita berhenti usaha untuk menyeru dan mengajak manusia terlebih lagi keluarga untuk menjadi penyokong utama gerak dakwah. Pemeluk islam yang kaffah. Selain kewajiban kita sebagai muslim untuk menjaga diri dan keluarga dari adzab dan siksa neraka. "Qu Anfusikum  wa ahlikum naaro" (QS. At-Tahrim : 6 ). Selain itu reward dari Allah, bagi seorang yang berhasil menjadi perantara masuknya seseorang ke dalam islam.

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah (menyeru) kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushilat : 33).

Sayyid Quthb rahimahullah berkata dalam Fi Zhilal Al-Quran: “Sesungguhnya kalimat dakwah adalah kalimat terbaik yang diucapkan di bumi ini, ia naik ke langit di depan kalimat-kalimat baik lainnya. Akan tetapi ia harus disertai dengan amal shalih yang membenarkannya, dan disertai penyerahan diri kepada Allah sehingga tidak ada penonjolan diri di dalamnya. Dengan demikian jadilah dakwah ini murni untuk Allah, tidak ada kepentingan bagi seorang da’i kecuali menyampaikan.  Setelah itu tidak pantas kalimat seorang da’i kita sikapi dengan berpaling, adab yang buruk, atau pengingkaran. Karena seorang da’i datang dan maju membawa kebaikan, sehingga ia berada dalam kedudukan yang amat tinggi…” (Fi Zhilal Al-Quran 6/295).

Pilar Kokoh itu bernama keluarga
Sekarang kita kembali kepada  dakwah kepada keluarga. Seperti ayat yang saya sebut diatas. Kewajiban untuk menjaga diri dan keluarga termaktub di dalamnya. Maka ini yang membedakan urgensi dakwah keluarga terhadap dakwah terhadap pihak yang lain. Karena keluargalah tempat kita bermula. dari rahim ibunda kita lahir, dari nafkah ayahanda kita dibesarkan. Mengenal A, B, C alfabeth kehidupan dunia dari madrasah pertama yang bernama keluarga dengan guru terbaik bernama bunda. Dan saat kita lelah letih dari perjuangan menghadapi dunia, berpulanglah kita mengistirahatkan raga dan jiwa dalam hangatnya dekapan keluarga. Maka dakwah keluarga adalah sesuatu yang urgen untuk dilakukan segera!

Sejarah mencatat  jika kita gagal mengkondisikan keluarga maka berakibat fatal terhadap dakwah. Kisah nabi Nuh  misalnya yang harus berseteru dengan istri dan anaknya yang memusduhi dakwah beliau, atau  Nabi Musa yang berhadapan dengan sang ayah angkat, Fir'aun. Ibrahim yang berhadapan dengan sang ayah pembuat berhala. Bedanya adalah mereka adalah nabi dan rasul Allah, Allah -lah yang menjadi penolong mereka secara langsung. Sementara kita ?

Bil Qudwah
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk". ( QS. An Nahl : 125) Karakteristik yang unik dari dakwah terhadap keluarga adalah karena adanya kerikatan dan ketergantungan  Da'i terhadap mad'u. Dalam hubungan orang tua dan anak, kakak dan adik. biasanya ada perasaan tidak tega dalam bahasa jawa "Pekewuh" untuk menyampaikan. Terkadang dihadapkan pula pada perspesi bahwa kita adalah anak kemarin sore yang belum tau apa-apa. "Baru ngaji udah mau bilangin orang tua" biasanya kalimat ini yang menjadi "tembok cina"  yang menghijab antara orang tua sebagai mad'u dan anak sebagai da'i.

Maka berdakwah terhadap orang tua, tidak akan bisa dicapai bila kita dalam posisi layaknya guru dan murid. Apalagi terkesan "mengajari".   Berkata yang baik, larangan membentak adalah disyarakatkan bagi seorang anak terhadap orang tuanya dalam

"Dan janganlah kamu membentak keduanya. Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih-sayang.  Dan katakanlah: "Wahai Rabb-ku, sayangilah keduanya, sebagaimana keduanya menyayangiku sewaktu kecil". (QS. Al -Isra : 23-24)
Maka yang diperlukan dalam berdakwah pada keluarga adalah dakwah bil qudwah. memberikan keteladan. dengan contoh-contoh nyata. Sehingga timbul kebanggaan dalam hati orang tua terhadap sang buah hati yang aktivis dakwah. Ada kebanggaan bahwa sang buah hati adalah aset nya kelak akan menambah pundi-pundi pahala. Nah inilah yang harus kita buktikan Agar keluarga menjadi pilar yang kokoh dakwah yang kita usung . Wallahu a'lam bishawab


0 komentar:

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes